Dua tahun lalu saya mulai posting series Weekend Tanpa Mall (WTM) di blog, yang berisi cerita pengalaman keluarga saya menghabiskan waktu akhir pekan di tempat-tempat bukan mall di sekitar Jabodetabek. Saat tinggal di Brighton setahun kemarin, makin mudah menemukan tempat-tempat menarik yang bukan mall karena memang mall-nya cuma ada satu dan tidak terlalu luas. Sekarang kami sudah kembali ke Bekasi, kembali merasakan sulitnya mencari tempat bermain anak yang bagus, mengedukasi dan gratis. Tapi kalau kita follow akun-akun Instagram dan Twitter yang tepat, niscaya akan menemukan aktivitas yang seru setiap minggunya. Kali ini saya mau menceritakan tentang sebuah festival yang kami datangi minggu lalu, namanya Pasar Belanda.
Pasar Belanda adalah kegiatan tahunan yang diselenggarakan oleh Pusat Kebudayaan Belanda (Erasmus Huis) di Jakarta yang berisi bazar, permainan, pelatihan, musik dan film untuk mempromosikan budaya Belanda. Tahun ini adalah yang ke-6 yang diadakan di hari Minggu tanggal 8 September jam 11.00-17.00. Biaya masuknya gratis, tapi harus mendaftarkan diri terlebih dahulu di link tertentu. Waktu itu kami sampai lokasi sekitar jam 12 tapi dan dibantu pendaftarannya dengan mudah dan cepat di booth pendaftaran. Senang sekali saya waktu tau orangtua yang membawa anak diprioritaskan untuk langsung masuk tanpa ikut antrian yang panjang mengular.
Yang paling saya incar adalah Children’s Programme nya, ada face painting, music workshop dan planting workshop. Pertama masuk kami pun langsung menuju area face painting di gedung Erasmus Training Center (ETC). Seperti yang saya duga, antriannya cukup panjang. Kami diberi nomor 24 dan waktu itu masih antrian ke-10. Sambil menunggu, kami ke ruang sebelah untuk mengikuti music workshop dengan Kak Oscar yang bernyanyi, bermain musik dan menceritakan buku anak-anak. Setelah itu anak saya mewarnai gambar-gambar khas Belanda seperti klompen (sepatu kayu), baju tradisional dan kincir angin dengan krayon yang sudah disiapkan di ruangan anak-anak. Gambar yang sudah diwarnai itu bisa di-upload ke instagram dengan men-tag salah satu sponsor acara ini, lalu datang ke booth sponsor itu untuk mengambil merchandise. Hihi emak-emak paling seneng deh kalau gratisan gini. Ada juga gratisan susu UHT kalau berfoto di booth-nya dan di-upload di instagram. Setelah muter-muter, waktunya anak saya di face painting dan dia excited sekali memilih gambar Unicorn.
Selagi anak saya dilukis wajahnya dan dijagain oleh ayahnya, saya ikut kursus singkat bahasa Belanda di lantai atasnya. Di training gratis sekitar 45 menit itu, diajarkan ilmu basic seperti bagaimana menyapa dan memperkenalkan diri, serta perhitungan angka-angka. Walaupun pengajar-pengajarnya orang Indonesia asli tapi terlihat sangat berpengalaman dan lancar berbahasa Belanda. Dijajah selama 350 tahun, banyak sekali kata serapan dari bahasa Belanda dalam bahasa Indonesia. Saya tau ‘Gratis’ dan ‘Rok’ dari bahasa Belanda karena pernah melihat sendiri di Belanda, tapi saya baru tau kalau ‘Tante’ juga. Ah, ratusan peninggalan kata serapan saja tidak cukup, mestinya penjajahan 350 tahun juga mewariskan teknologi, atau at least visa gratis ke negaranya hehe. Oiya di Pasar Belanda ini ada juga booth informasi aplikasi visa dan studi ke Belanda.
Satu lagi yang pengen saya lihat di Pasar Belanda itu adalah perpustakaan Erasmus Huis yang akhir-akhir ini hits dan ramai diperbincangkan di media sosial. Ternyata bener, perpustakaannya cantik sekali, langit-langit atapnya tinggi, dekorasi serba putih dengan beberapa lantai diparkit kayu. Tapi karena banyak banget pengunjung jadi kurang berasa nyamannya dan nggak bisa foto-foto. Ada beberapa meja yang menjual buku-buku murah seharga Rp.5000 dan Rp.10.000, bahkan gratis, tapi saya tidak melihat ada buku yang bukan bahasa Belanda. Saya cuma tau satu buku seri khas Belanda: Nijntje alias si kelinci Miffy haha, salah satu tokoh kartun favorit nya anak saya. Kalau nemu buku itu saya mau deh beli, tapi saya nggak bisa lama melihat-lihat bazar bukunya karena ramai sekali, nggak ada tempat duduk dan si anak agak rewel (pheww.. derita emak-emak, always). Tadinya pengen daftar jadi anggota perpustakaannya juga, terpaksa diundur besok-besok saja.
Saya sudah beberapa kali masuk ke Erasmus Huis, terutama buat nonton Europe on Screen, tapi baru kali ini berasa tempatnya terlalu kecil. Padahal pusat kebudayaan ini aslinya cukup luas tapi karena pengunjungnya terlalu padat jadi berasa sempit. Ditambah panas terik siang-siang dan membawa anak kecil, paling nyaman emang ngadem di dalam gedung ETC saja yang ada AC dan tempat duduk. Pengen jajan makanan, cuma sempet beli Bitterballen yang waktu itu antriannya lagi pendek. Acaranya seru dan mendidik banget tapi saya merasa belum puas menikmati semua aktivitas (hehe sudah dikasih gratis minta lebih). Mungkin masukan buat kedepannya, panitia perlu memperbanyak kipas angin raksasa di berbagai sudut. Selain itu, jadwal ditambah jadi 2 hari karena banyak sekali peminatnya, dan pendaftaran dibatasi per harinya agar yang datang juga lebih nyaman bereksplorasi.
Memang acara ini sudah berlalu dan baru akan diadakan lagi kemungkinan tahun depan. Tapi coba pantengin terus akun media sosialnya Erasmus Huis, karena sering ada acara menarik dan bermanfaat lainnya di akhir pekan, walaupun tidak sebesar Pasar Belanda.